TERORISME DAN INTELIJEN

July 25, 2011

Diterbitkan Harian Waspada Medan 17 04 2011 06:23

Beberapa hari yang lalu jagad raya kita lagi-lagi dikejutkan dengan peledakan sebuah bom dikawasan utankayu dimana bom tersebut di alamatkan kepada salah satu tokoh Jaringan Islam Liberal Ulil Abshar Adallah. Dilihat dari motif paket bom tersebut pelakunya sangat memahami target yang akan menjadi korban peledakan tersebut. Bom tersebut di bungkus dengan sangat rapi dan apik sehingga tidak mencurigakan penerima bom bahkan pelaku teror sudah memetakan secara komprehensif kawasan yang menjadi target pengeboman. Selang beberapa hari, teror bom ada dimana-mana hingga meresahkan masyarakat dan pihak kepolisian, bahkan bingkisan kotak tanpa tuan yang terletak tanpa pemiliknya diasumsikan berisikan bom oleh masyarakat. Insiden utan kayu yang mencederai aparat kepolisian salah satu rangkaian teror yang menjadi target terorisme sehingga kejadian tersebut jauh-jauh sebelumnya sepertinya sudah direncanakan dengan matang oleh pelaku terorisme. Peledakan bom yang dilakukan teroris sesungguhnya bukanlah hal yang terjadi dengan tiba-tiba, meskipun oleh publik khususnya para korban insiden tersebut dilakukan secara mendadak. Sebenarnya man behind the scene atau dalang dari sebuah peledakan bom itu jauh-jauh hari sudah mempersiapkan secara matang dan detail, seperti kapan, dimana, dan siapa sasaran dari peledakan bom tersebut. Untuk memberikan jaminan rasa keamanan dan kenyamanan bagi bangsa, negara dan rakyatnya lembaga intelijen harus difungsikan secara profesional sehingga mampa mengidentifikasi pola dan menangkal penyebaran bahaya terorisme. Dalam konteks ini, intelijen professional harus mampu menafsirkan berbagai informasi dalam menggambarkan rankaian masa lalu, sekarang ini, dan yang akan dating. Peristiwa pemboman beberapa tahun yang lalu bias dirangkai dengan peristiwa pemboman di utankayu. Dalam mengurai informasi intelijen yang berawal dari dugaan tanpa bukti, prinsip utama kerja intelijen adalah faktor kecepatan yang paling diutamakan.

Sasaran Teror
Insiden gedung kembar tertinggi di dunia WTC yang berada di New York dan Pentagon yang menjadi sasaran terorisme salah satu bentuk sasaran terorisme pada September 2001, yang memakan korban ribuan jiwa. Insiden peledakan gedung kembar ini dilakukan secara sistematis dan jauh sebelum peledakan. Secara logika, tidak mungkin dalam waktu yang bersamaan empat pesawat udara bisa dibajak yang kemudian ditabrakkan ke simbol gedung kebanggaan Amerika Serikat tanpa persiapan yang matang. Satu jet komersial berhasil menabrak menara utara bangunan 110 lantai antara lantai 80 dan 85. Pesawat komersial lainnya beberapa menit kemudian menabrak menara selatan. Pesawat yang lain menyerang Pentagon, Washington, sementara pesawat satu lagi jatuh di daerah pedalaman Pennsylvania. Sama halnya peledakan bom di depan Kedubes Australia di Jakarta pada 08 September 2004, walaupun sebelumnya masyarakat sudah mengalami bom dahsyat, tetap mengejutkan, apalagi dengan modus membawa rangkaian bom dengan mobil boks yang siap diledakkan. Secara psikologis seseorang yang sedang berkendaraan di jalan raya melihat ada mobil boks di dekatnya langsung menjauh karena terbayang peledakan bom di kawasan Kuningan Jakarta Selatan itu. Kalau kita cermati teroris mempunyai pola yang relatif sama dalam menentukan lokasi ledakan bom. Lokasi yang bersifat paling sering dikunjungi menjadi target utama teroris seperti halnya menghancurkan simbol kekuasaan, simbol pemeerintahan, simbol ekonomi yang kalau diledakkan dipastikan berdampak psikologis karena dipastikan di menjadi sorotan publik dan media massa. Informasi penting tentang lokasi atau kawasan eksklusif yang ada unsur asing, hotel, restoran atau kafe yang sangat sering dikunjungi diasumsikan telah di petakan oleh para teroris. Untuk mengeliminasi ruang gerak teroris, maka aparat keamanan harus melakukan pengamanan terhadap lokasi yang dianggap strategis dan merupakan objek vital, seperti kedutaan besar, lembaga pemerintahan bahkan istana Negara harus mendapat pengawalan ketat dari pihak keamanan.

Akar Terorisme
Menurut pengamat Intelijen DR. A.C Manullang dalam bukunya Terorisme dan Perang Intelijen mengatakan ada lima tipe terorisme yang ada di Indonesia. Pertama, kelompok terorisme Negara, mereka berlabel agama. Kedua, bukan berlabel agama. Ketiga, kelompok teroriseme public yang mengobok-ngobok kota. Keempat, kelompok terorisme berdasarkan ideologi dan kelima terorisme oportunisme yaitu teroriseme bayaran. Tren terorisme menurut prediksi tidak akan pernah berakhir, malah semakin berkepanjangan karena dipicu perbedaan ideology dan perbedaan kepentingan, termasuk motif ekonomi atau politik. Banyak pakar dan praktisi mencoba mengidentifikasi akar penyebab tindakan kekerasan oleh teroris. Pemicunya pada umumnya disebabkan oleh kebencian, penindasan, ketidakadilan, dan keputusasaan. Menurut Louis J Freeh, Direktur Biro Investigasi Federal AS, terorisme dipicu oleh kebencian. Orang-orang yang menyimpan kebencian itu tinggal di suatu Negara yang dipengaruhi oleh kefanatikan, dibayang-banyangi oleh persekongkolan, dan dilingkupi oleh kebohongan. Stephen Bowman dalam bukunya “When the Eagle Screams” mengemukakan di samping faktor penindasan, sejumlah besar terorisme disebabkan keputusasaan. Dalam banyak kasus, motivasi utama seorang teroris adalah frustrasi murni terhadap kekuatan politik, social, dan ekonomi yang tampaknya tidak dapat berubah. Adapun Michael Shimoff dalam makalahnya berjudul “Kebijakan Terorisme” mengemukakan bahwa terorisme adalah gejala dan sebuah problem, bukan penyebab yang sebenarnya. Itulah sebabnya kita harus berupaya sekuat mungkin untuk meningkatkan kebebasan, martabat, keadilan dan nilai-nilai kemanusiaan. Pemimpin Open Society Institute George Soros mengatakan upaya memerangi tindak terorisme tidak bisa dilakukan dengan kekerasan atau cara-cara yang militeristik seperti dilakukan Amerika Serikat. Cara-cara tersebut sama artinya dengan mengikuti tindakan kekerasan ala teroris menciptakan lingkaran setan kebencian antar umat manusia. Kemiskinan salah satu penyebab terjadinya terorisme di dunia. Kemiskinan ekonomi seperti member umpan bagi berkembangnya jaringan terror, karena itu perang internasional terhadap terror seyogiyanya lebih difokuskan pada pemberantasan akar terorisme, bukannya tindakan represif terhadap terorisme.

Perlunya Antisipasi

Tren perkembangan ancaman terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) perlu kita cermati, sehingga NKRI bukan hanya tegak berdiri, namun duduk terhormat, punya kepercayaan diri bersanding dan bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Untuk membangun dan melindungi seluruh rakyatnya dari ancaman terorisme perlu kehadiran payung Negara. Setelah membaca fenomena, dan memperkirakan tren perkembangan ke depan, kiranya patut kita sadari bahwa keberadaan dan kelangsungan hidup NKRI menjadi persoalan utama dan terutama diperlihatkan. Untuk itu perlu segera diambi langkah-langkah taktis dan strategis guna mengantisipasi ancaman terorisme yang selama ini marak terjadi. Walau krisis ekonomi dirasakan sebagai momok serius dan masalah yang terus berkepanjangan bagi bangsa dan Negara ini, tapi sebenarnya kita masih punya modal social yang besar mengikuti perkembangan kedepan. Pertama, sejarah kebangkitan, pertumbuhan dan perkembangan Indonesia sebagai sebuah Negara bangsa. Di dalamnya terkandung kearifan yang menjadi daya untuk mempersatukan dan menjamin tingkat kohesita kebangsaan. Kedua, nilain-nilai dasar yang selama ini telah menyertai dan menjadi bagian dari kehidupan warga bangsa, terbukti menjadi peletak dasar yang mampu memperkokoh kehidupan bangsa dan Negara dalam proses panjang sejak kemerdekaan. Kedua aspek ini menurut saya menumbuhkan kembali nilai-nilai nasionalisme ditengah ideologi dunia yang saling bertarung. Kita harus bisa berjalan tegak dan seiring dengan Negara-negara lain dan kemudian mempunyai pendirian yang kuat dalam mensejahterahkan rakyat. Sebagai bangsa kita perlu tahu apa yang menjadi kepentingan nasional (national interest), dan sebagai bangsa kita perlu memahami secara mendalam situasi kondisi politik dunia yang sebenarnya.

*Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta Jurusan Linguistik Terapan dan Peneliti di Candidate Center

Diterbitkan Harian Majalah Senayan Jakarta 21 Juli 2011

Kalau mati dengan berani, kalau hidup dengan berani, kalau keberanian tidak ada itulah sebabnya setiap bangsa asing jajah kita (Pramoedya Ananta Toer)
Kemiskinan merupakan suatu fenomena penyakit sosial dalam sebuah perjalan sejarah disebuah negara. Sejarah sebuah negara yang salah memandang dan mengurus kemiskinan akan berdampak negatif terhadap sistem ketatanegaraan, karena masyarakat sudah tidak percaya terhadap negara yang mengurusi sistem masyarakatnya. Makmur dan sejahteranya sebuah negara diukur sejauh mana kemiskinan bisa diatasi secara kongkret. Untuk itu peranan negara sangat berperan andil dalam mensejahterahkan masyarakatnya, karena hubungan antara negara dengan masyarakat tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Tugas negara adalah sejauh mana negara dalam hal ini bisa mengakomodir kepentingan rakyatnya dalam mencapai tujuan dan cita-cita negara. Oleh sebab itu dampak kemiskinan akan membuat jutaan rakyat tidak dapat mencicipi dunia pendidikan yang berkualitas padahal seperti yang kita ketahui bahwa dana APBN tahun ini 20% dialokasikan untuk dunia pendidikan, tetapi masih saja kemiskinan semakin meroket tajam. Selain itu juga dampak kemiskinan akan berimbas terhadap kesulitan membiayai kesehatan, lapangan pekerjaan, pengangguran yang semakin meningkat dan yang lebih parah lagi kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat Indonesia untuk memenuhi pangan, sandang dan papan. Kemiskinan telah membatasi hak-hak rakyat untuk memperoleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan, hak rakyat untuk perlindungan hukum, hak rakyat untuk memperoleh rasa aman, hak rakyat untuk mengakses kebutuhan hidup, hak rakyat untuk memperoleh keadilan, hak rakyat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan pemerintah, hak rakyat untuk beragama, dan hak rakyat dalam mengelolah pemerintahan dengan baik. Itulah sebabnya pengentasan persoalan kemiskinan seharusnya bertujuan mengurangi jumlah orang miskin dan kesenjangan sosial di masyarakat. Di Indonesia kemiskinan hanya menjadi lahan subur yang bisa di perjual belikan sebagai tema kampanye untuk meraup suara rakyat sebanyak-banyaknya dalam kontestasi politik seperti pemilihan kepala Bupati, Gubernur, bahkan pemilihan Presiden. Tragedi kemiskinan akan bertambah parah ketika negara gagal memacu perbaikan mutu kehidupan. Meningkatnya harga-harga kebutuhan barang pokok seperti cabai yang sampai meroket 100 ribu/kg baru-baru ini akan menambah angka kemiskinan yang semakin tajam. Kejahatan negara akan bertambah parah ketika penyebab kemiskinan ini disebabkan praktek-praktek korupsi yang dilakukan aparat negara secara berjamaah. Problema kemiskinan adalah masalah kelembagaan. Masalah struktural yang melingkupi masyarakat miskin seperti kualitas Sumber Daya Manusia, akses memperolah kredit dan ketiadaan pasar.

Dimana Peran Negara?
Dimanakah peran negara dalam mengatasi persoalan kemiskinan yang ada di Indonesia? Mungkin hanya pemerintah yang bisa menjawab persoalan ini secara detail dan komprehensif. Persoalan kemiskinan yang melilit bangsa kita hanya bisa dilakukan oleh negara. Muara dari kemiskinan sebenarnya berasal dari menumpuknya utang negara, perampokan Sumber Daya Alam seperti illegal mining, illegal fishing dan illegal loging. Data statistik yang diklaim pemerintah bahwa jumlah penduduk miskin telah berhasil dikurangi dari 60% pada tahun 1970 menjadi 15% pada tahun 1990, naik kembali pada tahun 1998 setelah terjadi krisis ekonomi menjadi 48% dan terakhir pada tahun 2007 menjadi sebesar 37,17 juta orang (16,58%) dari total 224,177 juta penduduk Indonesia. Angka ini turun bila dibandingkan dengan tahun 2006 sebesar 39,30 juta atau 17,75% dari total 221,328 juta penduduk. Padahal garis kemiskinan naik 9,67 daro Rp 151.997 menjadi 166.697 per kapita. Pertanyaan berikutnya yang sangat mendasar adalah apakah penghasilan penduduk Rp 167.000 per bulan sudah dianggap bebas dari kemiskinan? Banyak pengamat menyatakan bahwa data statistik tentang kemiskinan di Indonesia tidak valid dan tidak dapat dipercaya. Dalam hal ini menunjukkan seberapa rendahnya asumsi yang dipakai pemerintah dalam mengatasi persoalan kemiskinan padahal kalau kita ingin melihat dengan level yang lebih luas lagi yaitu dengan standar internasional Bank Dunia sendiri telah menetapkan bahwa seorang dianggap miskin jika pendapatannya di bawah 2 Dollar yang berarti kalau kita ubah dalam kurs rupiah yaitu sekitar 18.000 per hari atau sekitar 540.000 per bulan. Artinya, jika standar kemiskinan ini dipakai di Indonesia, akan jauh lebih banyak lagi orang yang berada di bawah garis kemiskinan. Untuk itu siapapun pemimpin bangsa ini kedepan harus mengawal agenda kemiskinan dan menjadi prioritas yang utama dan harus mampu keluar dari keterpurukan bangsa dan membawa bangsa ini lebih mandiri terutama dalam bidang ekonomi.

Lilitan Utang
Rasio Utang Indonesia terhadap pendapatannya (PDB) bukan hanya melewati batas aman sekitar 50 persen, tetapi telah melewati rekor negeri miskin dimanapun di dunia ini. Bayangkan, rasio utang terhadap pendapatannya mencapai tidak kurang dari 120 persen. Itu berarti bahwa pendapatan seluruh penduduk selama setahun tidak cukup untuk utang tersebut. Setiap penduduk kini memiliki utang luar negeri tidak kurang dari 750 sampai 800 dollar AS. Itu juga berarti bahwa setiap keluarga menanggung beban utang sekitar 4000 dollar AS. Sementara itu, pendapatannya rata-rata hanya sekitar 600 dollar AS per kapita atau sekitar 3000 dollar AS per keluarga. Jadi, utangnya jauh lebih banyak dari pada pendapatan rata-rata setiap penduduk selama setiap setahun. Indikator utang Indonesia pasca krisis lebih buruk dari kelompok negara Amerika Latin tersebut. Negeri ini memiliki sudah rasio utang terhadap PDB sampai 130 persen. Tetapi pemerintah, Tim Ekonomi, Menteri Keuangan sangat merasa biasa dan tidak perlu usul pemotongan utang atau langkah-langkah lain, yang dapat meringankan rakyat. Seolah-olah tidak ada apa-apa dan kebijakan utang dijalankan seperti masa normal. Pembayaran utang apa adanya diajukan ke DPR dengan konsekwensi menguras anggaran dengan jumlah pengeluaran yang begitu besar. Dalam kondisi sangat darurat ini, maka DPR tidak bisa lagi hanya berbicara dengan retorika anggaran berdasarkan pembukuan biasa, tetapi sudah sangat perlu berbicara dengan nurani. Apakah layak hak rakyat terhadap anggaran musnah untuk membayar utang tersebut? Sekarang ini pula saatnya untuk mengukur nyali anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhormat. Jadi, mesti dihindari kegenitan retorika teknokrat yang hampa politik dengan mengajukan secara tegas keputusan yang berpihak pada rakyat. Dalam rangka menyelamatkan APBN, maka pemerintah bersama DPR harus mengambil keputusan-keputusan yang penting. Keputusan tersebut perlu dilakukan berdasarkan kepentingan maayarakat luas, termasuk di dalamnya hak ekonomi rakyat.

Penutup
Terkait mengenai penghapusan terhadap persoalan kemiskinan diharapkan pemerintah mampu mengatasi persoalan kemiskinan yang terjadi dimasyarakat, mengingat agenda pemerintah SBY-Boediono masih tersisa sekitar 3 tahun lagi. Waktu tiga tahun merupakan waktu yang ralatif panjang dalam menuntaskan persoalan kemiskinan yang ada dinegara kita sehingga isu kemiskinan yang melilit bangsa ini tidak hanya dibuat menjadi komoditas politik dalam meraih tujuan tertentu. Hanya dengan campur tangan pemerintah penuntasan kemiskinan bisa diminimalisir, tanpa itu semua mustahil isu mengenai kemiskinan yang kita lihat dimana-mana dapat teratasi. Karena penuntasan persoalan kemiskinan tidak bisa terselesaikan dengan hanya retorika politik belaka, butuh konsistensi dan komitmen dari semua elemen bangsa dalam proses penyelesaiannya. Membawa bangsa ini keluar dari kemiskinan menuju kenegara yang lebih beradab (civilized) merupakan tugas dari seorang pemimpin. Pemimpin yang mampu memotivasi rakyat yang dipimpinnya untuk meraih kehidupan yang lebih baik. Pemimpin yang bisa melihat gambaran masa depan, cita-cita yang ingin dituju sehingga kemudian bisa mengerahkan segala potensi yang ada untuk mengarahkan dan memberi makna kepada rakyat terkait cita-cita masa depan Indonesia yang lebih sejahtera dan bermartabat.

*Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta Jurusan Linguistik Terapan dan Aktif di Candidate Center

MASA DEPAN PARTAI ISLAM

July 25, 2011

Diterbitkan Harian Detik News Jakarta 01 Juli 2011 11.46

Dalam sejarah Pemilu di Indonesia eksistensi Parpol Islam tidak dapat diabaikan. Ia cukup mewarnai konstalasi dan dinamika politik Indonesia sejak awal kemerdekaan. Tahun 1950-an ada Masjumi, PSII, Perti dan NU, di tahun 1970-an ada PPP sebagai hasil fusi dari keempat partai tersebut di atas. Pasca reformasi, jumlah Parpol Islam lebih banyak. Fenomena ini menunjukkan adanya asumsi Islam semakin digandrungi oleh umatnya sebagai way of life, termasuk menjadi pedoman kehidupan politik umat. Tetapi di sisi lain ada fakta yang tidak mengonfirmasi kebenaran asumsi tersebut di atas yaitu kekalahan demi kekalahan Parpol Islam dalam setiap Pemilu, bahkan cenderung mengalami kemunduran yang disebabkan banyak faktor yang menyertainya dan yang pasti ditinggalkan pemilih Islam. Dalam rangka Pemilu 2014 revisi UU Pemilu tengah hangat dibahas di DPR. Ada beberapa materi pembahasan materi revisi tersebut yang cukup membuat minimnya Parpol Islam antara lain; soal ambang batas kursi di DPR atau parliementary treshold (PT), ambang batas suara atau electoral treshold (ET) dan penyiutan Daerah Pemilihan (Dapil). Lantas, di tengah dinamika politik itu, bagaimana dengan nasib Parpol Islam? Ada opini umum bahwa demokrasi Indonesia yang selama satu dekade berjalan sangat tidak efektif dan efisien. Satu sisi, sistim multipartai secara positif diapresiasi sebagai perwujudan gairah warga dalam berpartisipasi dan mengekspresikan aktifitas politiknya, hidup pun menjadi lebih berwarna karena banyak pilihan. Namun, di sisi yang berseberangan sistim multipartai cukup merepotkan penyelenggaraan Pemilu, juga membingungkan rakyat dalam memilih dan pada gilirannya membuat sulit dalam pengambilan kebijakan pembangunan karena banyaknya poros kepentingan yang meminta diakomodir. Sistim presidensiil yang dianut juga tidak berjalan efektif dan ideal. Memang sistim presidensiil tidak berarti tidak menyediakan banyak partai, tetapi partai politik di Indonesia ini jumlahnya terlalu banyak. Keadaan ini syarat dengan kebisingan politik, menyulitkan berkembangnya demokrasi dan melemahkan otot-otot demokrasi karena lelah berkonflik.

Reformasi Partai
Ketentuan UU No 10/2008 menyatakan, “Parpol peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5 persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam perolehan kursi DPR pada masing-masing dapil.” Dalam materi draf yang disiapkan badan legislasi DPR, usul perubahan PT belum terlihat. Hanya memang menguak wacana di kalangan mayoritas Parpol di DPR saat ini mengenai peningkatan besaran PT itu. Ada yang menyebutkan PT 5% bahkan ada yang 10%. Tetapi, partai seperti PAN, PPP dan PKB lebih setuju besaran PT yang lama (2,5%). Kondisi ini juga membuat khawatir Parpol kecil alias tidak punya kursi di parlemen. Peningkatan ambang batas kursi DPR akan membuat partai kecil tidak akan pernah terwakili di parlemen dan mengebiri aspirasi mereka. Karena Parpol yang tidak sampai ambang batas suara sah tidak diikutkan dalam perhitungan suara di DPR. Problem lanjutannya, mau di bawa kemana suara rakyat yang menentukan pilihannya kepada partai kecil tersebut. Kemudian, materi penciutan dapil juga termuat dalam draf revisi UU itu. Dinyatakan jumlah kursi setiap anggota DPR paling sedikit dua kursi dan paling banyak enam kursi. Padahal semakin kecil dapil, semakin besar ambang batas kursi (PT), semakin besar suara yang diperlukan peserta Pemilu untuk mendapatkan kursi di sebuah dapil itu. Semakin kecil dapil semakin kecil pula kesempatan partai kecil untuk mendapatkan kursi di DPR. Inilah yang disinyalir oleh pakar Pemilu asal Jerman Dieter Nohlen (2007) sebagai akal-akalan daerah pemilihan. Upaya partai besar dalam “mengakali” partai kecil lewat penyiutan dapil. Selain dua hal di atas; draf revisi UU no 10/2008 itu juga memuat pemberlakuan Electoral Treshold (ET). Salah satunya memunculkan rumusan perubahan pasal 8 ayat 20: “partai politik yang telah memenuhi ketentuan tentang ambang batas perolehan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat ditetapkan menjadi peserta Pemilu berikutnya.

Ancaman Partai Islam
Dengan demikian, hanya Parpol yang melewati ET saja yang secara otomatis menjadi peserta Pemilu berikutnya. Draf revisi tersebut tentu saja mereduksi ketentuan dalam UU No 10/2008: “partai politik peserta Pemilu sebelumnya dapat menjadi peserta Pemilu pada Pemilu berikutnya”. Keadaan ini juga mengkhawatirkan partai Islam yang memiliki kursi di parlemen seperti PKS, PAN, PKB dan PPP. Perasaan itu menjadi wajar karena posisi mereka sebagai partai tengah. Karena secara umum gejala kemunduran partai Islam kian hari kian tampak. Misalnya, jika ketentuan ambang batas kursi (PT) sebesar 5 % disepakati, penciutan dapil disetujui di parlemen, ET pun ketok palu maka alamat kerja keras dan berat bagi Parpol Islam tersebut. Sedangkan untuk mencapai 2,5% saja pada Pemilu 2009 sudah terlalu berat. Selain aturan normatif Pemilu yang semakin berat, Parpol Islam masih menyisakan persoalan internal dan eksternal. Konsolidasi internal, reformulasi platform gerakan yang populis, ancaman deideologisasi Islam adalah pekerjaan rumah tangga masing-masing Parpol Islam khususnya partai PPP. Tanpa maksud melebih-lebihkan partai dakwah yang satu ini, yaitu PPP. Soalnya, dalam kurun waktu dua kali Pemilu 2004 dan 2009, PPP memiliki daya tahan relatif stabil dan cenderung meningkat. Karena itu, PPP dapat menjadi partai tumpuan harapan bagi umat Islam setidaknya pada Pemilu 2014. beberapa indikasi dapat menguatkan asumsi tersebut, antara lain terlihat dari institusionalisasi partai yang kuat dan mapan, partai ini sepi konflik, dan ada upaya membuka diri dalam konteks memperluas market politiknya. Tradisi memperluas market politik ini yang belum dilakukan partai Islam selainnya. Biasanya, Parpol Islam tidak dapat fleksibel dan terjebak dalam market pasar suara pendukung yang terbatas, yaitu hanya pada umat Islam; Islam tradisional, Islam Moderat. Membuka diri sama dengan membuka peluang merambah pasar suara untuk memenuhi syarat ambang batas suara yang tinggi. Meski demikian partai ini bukannya tetap memiliki kelemahan. Salah satu masalah krusial adalah citra partai eksklusif, konservatif dan berbau Arab (kurang mengindonesia).

Penutup
Di sinilah letak tantangan riil PPP yang akan terkonfirmasi di 2014. Meski tak pasti, kita bisa prediksi bahwa nasib partai Islam di Pemilu 2014 akan sangat memilukan. 2014 akan menjadi Pemilu yang memilukan. Sejarah kekalahan Parpol Islam dalam Pemilu-Pemilu bukanlah suatu yang mengherankan, tetapi ia tetap saja merupakan keadaan yang menyedihkan. Pemilu 2014, nampaknya akan lebih berat bagi partai Islam karena persyaratan-persyaratan menuntut demikian. Memang revisi UU Pemilu No 10/2008 belum membuahkan hasil dan disahkan menjadi UU, artinya masih ada waktu dan ruang lobi yang cukup untuk mengusulkan materi-materi revisi yang lebih sesuai dengan kepentingan Parpol Islam. Tetapi partai-partai besar pasti tidak akan rela diganggu dan dikalahkan sebab banyaknya partai peserta Pemilu. Karena itu politik mereka adalah politik memberangus partai tengah, kecil dan bahkan partai sedang berkembang sekalipun, meski juga atas nama penyederhanaan parlemen, efektifitas demokrasi, penguatan sistim presidensiil. Pengalaman dari perjalanan selama 38 tahun membuat PPP lebih hati-hati menanggapi sejumlah wacana, seperti penyederhanaan partai melalui konfederasi hingga calon yang akan diusung pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014. ”Sekarang pertarungan tidak hanya di lapangan, tetapi juga melalui peraturan. Siapa yang tidak dapat memenuhi peraturan, akan tewas sebelum bertempur. Fenomena ini, antara lain, terlihat dalam wacana kenaikan ambang batas parlemen hingga di atas 2,5 persen pada Pemilu 2014,”

*Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta Jurusan Linguistik Terapan dan Peneliti di Candidate Center

ZONA NYAMAN KORUPTOR

July 25, 2011

Diterbitkan Harian Waspada Medan Kamis 07 Juli 2011 08:59

Bendahara Umum Partai Demokrat (PD) Muhammad Nazaruddin akhirnya pergi ke Singapura sebelum KPK mengajukan surat cegah kepada Dirjen Imigrasi. Kepergian Nazaruddin ke Singapura menjadi pukulan telak bagi para penegak hukum. KPK seolah-olah tertipu daya dengan kepergian Nazaruddin ke Negara yang penuh dengan penuh koruptor tersebut. Padahal menurut informasi sebelum kepergian ke Negara tersebut tersangka Nazaruddin sempat bertemu dengan Dewan Pembina Partai Demokrat. Apakah kepergian Bendahara Umum Partai Demokrat tersebut merupakan sebuah strategi yang sudah dirancang (by designed) secara sistematis atau memang semua aparat Negara seolah-olah tidak tahu dengan kepergian Nazaruddin. Partai Demokrat tidak begitu kooperatif dengan proses yang menimpa kader demokrat tersebut. Sebelum Nazaruddin entah sudah berapakali para tersangka korupsi Indonesia yang kabur ke Singapura. Setelah itu tak ada lagi kabarnya seperti hangus ditelan bumi. Tercatat nama-nama seperti Gayus Tambunan (kasus mafia pajak), Syamsul Nursalim (kasus BDNI yang merugikan Indonesia sebesar 6,9 T dan banyak lagi koruptor yang kabur negeri tersebut. Singapura adalah negeri yang dihuni oleh orang-orang kaya yang berasal dari berbagai negara. Konon katanya dari 55 ribu orang sangat kaya di singapura dengan total kekayaan mencapai 269 miliar dolar, 18 ribu diantaranya merupakan orang indonesia dengan kekayaan yang berjumlah 87 miliar dolar atau sama dengan 783 trilyun rupiah. Mungkin satu hal yang membuat para koruptor memilih singapura untuk kabur dari jeratan hukum di Indonesia adalah tidak adanya perjanjian ekstradisi antara singapura dan indonesia. Selain itu, tentu saja fasilitas laksana surga (dunia) yang ditawarkan singapura. Proses perjanjian ekstradisi pemerintah Indonesia dan Singapura, sebenarnya telah dirintis sejak 1973. Langkah ini sempat mengalami jalan buntu dan baru berlanjut lagi pada pertengahan tahun 1985. Perjanjian ekstradisi kedua negara sudah ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Singapura George Yeo dan Menteri Luar Negeri Indonesia Hassan Wirayuda pada 27 April 2007.

Pisau KPK
Kepergian Muhammad Nazaruddin ke Singapura dengan alasan berobat membuat publik menjadi heran dan bahkan fraksi Partai Demokrat menyetujui kepergian Nazaruddin tersebut. Padahal KPK akan memeriksa yang bersangkutan sebagai saksi dalam dugaan kasus Kementerian Pemuda dan Olahraga mengenai wisma atlit yang ada di Palembang. Publik sangat menantikan kembalinya Nazaruddin dari Singapura agar semua proses hukum yang terlibat dalam kasus Kemenpora dapat diusut tuntas hingga sampai ke akar-akarnya. Kini KPK telah menetapkan Nazaruddin menjadi tersangka dan diharapkan dengan dinaikkan kasus Nazaruddin sebelumnya menjadi saksi menjadi poin penting buat KPK untuk memeriksa yang bersangkutan. Seperti yang publik lihat Bendahara Partai Demokrat selalu melemparkan bola panas via Blackberry Messenger bahwa sebagian petinggi Partai Demokrat menikmati uang haram tersebut. Tetapi semua yang diungkapkannya selalu dikonfrontir oleh yang bersangkutan seperti Menteri Pemuda Olah Raga Andi Alfian Mallarangeng. Ada baiknya menurut penulis Nazaruddin kembali ke Indonesia untuk mengklarifikasi dan menjelaskan kepada publik bahwa apa yang disampaikannya memang benar adanya sehingga publik tidak bertanya-tanya siapa sebenarnya yang terindikasi korupsi dalam wisma atlet di Palembang tersebut. Keterangan Bendahara Umum Partai Pemenang Pemilu tersebut sangat dibutuhkan KPK dalam memproses penyelidikan yang diduga memakan uang negara hingga triliun rupiah. Kemudian juga ini merupakan momentum yang paling sesuai untuk semua lembaga penegakan hukum dalam menegakkan keadilan negeri sehingga hukum tidak menjadi tumpul dihadapan mereka yang mempunyai otoritas kekuasaan yang sangat cenderung koruptif. Sudah waktunya negeri bangkit dan berbenah diri dan mengangkat kepala kita ke dunia internasional bahwa sebenarnya negara bukanlah negara yang koruptor.

Menempuh Lankah Hukum
Kasus yang melilit Partai Demokrat sebagai partai penguasa bisa dilakukan dengan menempuh langkah-langkah hukum sehingga segala persoalan yang dilemparkan oleh Nazaruddin ke publik selama ini bisa terungkap dengan terang benderang. Diharapkan juga proses penegakan hukum yang dilakukan oleh lembaga penegakkan hukum kemudian tidak tebang pilih bagi siapa saja yang terlibat kasus sesmenpora tersebut, sehingga siapapun yang terindikasi melakukan korupsi bisa dihukum sesuai peraturan yang ada. Langkah hukum merupakan cara yang sangat efisien dan kooperatif untuk membongkar kausus korupsi yang melibatkan petinggi yang ada di Partai Demokrat. Tidak hanya itu kalau saja proses hukum ini bisa berjalan sesuai dengan mekanisme yang ada ini menjadi peringatan keras juga bagi partai politik yang lainnya untuk melakukan budaya koruptif. Keberhasilan dalam melakukan perlawanan terhadap korupsi juga sangat ditentukan oleh keberhasilan pemerintah membersihkan elemen-elemen di dalam dirinya yang terkait dan tidak bersih dari persoalan korupsi. Komunikasi politik dalam kepemimpinan politik membutuhkan kerja konkret yang dapat dilihat oleh publik secara terbuka. Kampanye perang terhadap korupsi membutuhkan pemerintahan yang kuat (strong leadership) dan warga yang berpartisipasi untuk mengawal proses demokrasi yang ada di Indonesia. Koordinasi dan kerjasama antara penegakan hukum seperti KPK, Kejaksaan, Kepolisian, DPR, dan lembaga hukum lainnya sangat diperlukan dalam pemberantasan korupsi ditengah kondisi bangsa yang carut marut sekarang ini. Sebenarnya KPK tidak perlu dibentuk oleh Negara kalau saja lembaga-lembaga Negara seperti Kepolisian, Kejaksaan dan Lembaga hukum lainnya bisa menjalankan tugas dan wewenangnya dalam proses penegakan hukum yang ada. Ketidakpercayaan publik terhadap lembaga-lembaga hukum menyebabkan lahirnya Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai semangat reformasi. Jihad melawan korupsi yang dikampanyekan pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono diharapkan menjadi tugas pokok lembaga penegakan hukum kita sehingga sloga tersebut tidak menjadi pepesan kosong dan kata-kata manis pemerintah.

Rakyat sebagai Hakim
Dewan Perwakilan Rakyat sebagai perpanjangan tangan dari rakyat seyogiyanya mampu membawa perubahan iklim dalam situasi demokrasi sekarang ini. Rakyat sudah seharusnya dilibatkan secara aktif dalam melihat utusan mereka yang diduduk di kursi parlemen, karena sejatinya mereka langsung dipilih oleh rakyat. Itulah sebabnya anggota DPR yang terlibat melakukan korupsi sebenarnya sudah melukai hati rakyat yang memegang otoritas kedaulatan. Anggota DPR yang seperti ini ada baiknya menurut penulis tidak dipilih kembali dalam pemilu berikutnya bahkan diberikan sangsi sosial bahwa perlakuan koruptif merupakan sesuatu yang sangat bertentangan dengan konstitusi negara kita. Cara ini mungkin lebih efektif dilakukan oleh rakyat sebagai predikat yang diberikan kepada anggota parlemen yang melakukan korupsi daripada lembaga penegakan hukum kita yang sangat lamban dalam memproses kasus-kasus korupsi. Pendidikan politik bagi rakyat merupakan salah cara dalam memilih anggota parlemen bahwa semestinya anggota DPR “the right man in the right place”, sehingga dalam pemilihan anggota DPR rakyat tidak terlena dengan slogan-slogan kampanye politik yang mengatasnamakan rakyat. Inilah seharusnya yang dilakukan partai politik untuk konstituennya dalam proses mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kalau program ini saja dilakukan oleh setiap partai politik di republik ini mungkin persentase korupsi bisa diminimalisir. Akhirnya kita mungkin sepakat bahwa perilaku koruptif adalah perilaku yang bertentangan dengan tujuan bernegara. Sudah harusnya Pemerintah berbenah diri bahwa sebenarnya masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan dan juga harus belajar mendengar, melihat, jeritan hati rakyat yang ada dibawah. Energi rakyat sudah habis tersedot menonton kebisingan politik melalui media elektronik dan cetak akibat wacana korupsi. Budaya korupsi hanya bisa terkikis jika kesadaran kolektif para elit-elit penguasa kita mempunyai komitmen yang kuat dalam pemberantasan kasus korupsi. Tanpa itu semua, mustahil kalau kita keluar dari persoalan korupsi yang menimpa republik ini. Say No To Corruption.

*Penulis adalah Calon Kandidat Master Universitas Negeri Jakarta

HUT Zionis Israel

July 25, 2011

Diterbitkan Harian Waspada Medan Minggu 15 Mei  2011 06:23

Sejarah Israel adalah sejarah kekerasan. Inilah satu-satunya Negara di dunia ini yang secara sistematis memproklmairkan negaranya dengan menempuh segala macam cara dengan segala kekerasan untuk mencapai tujuannya. “Kuasai dan Hancurkan” adalah doktrin yang sangat populer yang dianut oleh para petinggi pemerintahan Israel. Berkaitan dengan itu, Hari ulang tahun (HUT) Israel ke 63 direncanakan akan diperingati di Jakarta sabtu 14/05. Sudah dipastikan perayaan hari ulang tahun Negara Israel akan mendapat kritikan yang sangat keras dari umat Islam di Indonesia. Inisiator perayaan hari ulang tahun Israel tersebut adalah Samuel Dahana atau kerap dipanggil Unggun Dahana beserta teman-temannya. Infonya panitia perayaan hari ulang tahun Israel hanya memerlukan waktu sebulan untuk perayaan ulang tahun tersebut. Agenda acara HUT Israel tersebut diselenggarakan dengan sangat sederhana dengan pengibaran bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan Israel bahkan Unggun Dahana beserta komunitasnya mengungkapkan bahwa sangat setuju dengan konsep Zionisme yang didengungkan Israel dalam memproklamirkan negaranya. Bahkan Unggun sudah mempunyai program kedepan dalam memperingati hari ulang tahun Israel dengan cara mengundang orang-orang Yahudi, Nasrani dan Islam. Lebih dari itu, kedepannya perayaan ulang tahun tersebut akan diselenggarakan dikota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang dan kota-kota besar lainnya di seluruh Indonesia. Dengan diselenggarakannya hari ulang tahun Israel di Indonesia merupakan legitimasi bagi Indonesia mengakui keberadaan Negara Israel tersebut dan bahkan ini akan membuka ruang dan kesempatan bagi Negara Israel untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Indonesia. Tidak hanya itu saja, Unggun juga agar mendorong terjalinnya hubungan diplomatik antara Israel dan Indonesia. Unggun berargumentasi bahwa perayaan HUT Israel merupakan salah bentuk toleransi dalam beragama. Argumentasi yang disampaikan oleh Unggun di beberapa media online Jakarta menurut hemat penulis sangat keliru mengingat Negara Zionis tersebut kerap kali melakukan kekerasan bagi ummat Islam di Negara Palestina dan ini merupakan bentuk kekerasan yang luar biasa (ekstraordinary crime). Ditambah lagi ketika masyarakat Indonesia melihat secara langsung di media televisi bagaimana kekejaman Negara Israel dalam menyerang dan menginvasi Negara Palestina tanpa berprikemanusiaan beberapa waktu yang lalu. Apakah ini yang disebut toleransi dalam beragama?.

Siapa Bangsa Israel?

Benih awalnya munculnya bani Israil di permukaan bumi itu sekitar 4000 tahun silam. Pada saat itu di sebuah kota Ur wilayah Khaldea hidup seseorang bernama Terah dan keluarganya yang masih menyembah matahari dan berhala. Kemudian Terah melahirkan seorang anak yang bernama Ibarahim (Abraham) pada tahun 2018 S.M. Pada masa kelahiran Ibrahim dan dewasanya. Khaldea dipimpin oleh seorang raja yang bernama Namrud (Namruz). Antara Namrud dan Ibrahim berbeda kepercayaan sehingga Ibrahim harus keluar Khaldea dan mengadakan perjalanan ke negeri Kan’an. Kemudian Ibrahim memperoleh putra pertama kali dari istri yang kedua yaitu Hajar. Dari istri kedua ini lahirlah Ismail yang menjadi leluhur bangsa Arab. Putra yang kedua Ibrahim adalah Ishaq dari istri yang pertama yaitu Sarah. Ishaq yang mempunyai seorang putra yang bernam Ya’qub yang menjadi leluhur Bangsa Bani Israil. Dari garis Ya’kub atau Israil inilah lahir dua belas putra yang masing-masing mempunyai putra dan keturunan yang banyak, sehingga dalam waktu yang singkat dua belas putra tersebut menjadi satu suku yang besar dan berpengaruh diwilayah mereka. Mereka hidup menjadi pengembara dan menduduki daerah yang subur sebagai wilayah kolonialnya. Bani Israil telah menduduki berbagai wilayah yang meliputi tanah leluhurnya yaitu: Ur, Babilonia, Mesopotamia, dan Aseria, kemudian menelusuri pegunungan Mediterania sampai ke Mesir. Namun sepeninggal yusuf, keadaan Bani Israil berubah total karena pelindungnya telah tiada. Mereka terpisah dari bangsa Mesir dan dianggap sebagai bangsa asing oleh rakyat Mesir. Kemudian terbentuklah kesenjangan sosial yang pada akhirnya menjadi problema agama dan sosial dinegeri tersebut. dikatakan sebagai problema agama karena orang-orang Mesir pribumi menyembah berhala sedangkan Bani Israil yang dianggap sebagai orang asing mengikuti ajaran nenek moyang mereka yaitu Ibrahim, Ishak, Ya’kub. Dari segi sosial orang Mesir menganggap Bani Israil sebagai budak dan dikerja paksakan serta dibatasi perkembangaannya dengan cara membunuh anak laki-laki dan membiarkan hidup anak perempuannya. Selama di Mesir dan sebelum datangnya Musa, mereka turut menyembah berhala orang-orang Mesir yaitu lembu betina yang mereka namakan “Apis”. Karena kebiasaan-kebiasaan yang secara turun temurun dilakukan inilah mereka masih selalu terkenang oleh dewanya. Tonggak berdirinya kerajaan Bani Israil ditegakkan oleh Musa setelah membebaskan kaummnya dari perbudakan kerajaan Mesir. Kekuasaan ini berdiri tegak berdasarkan syari’at dan peraturan yang lengkap. Musa yang dibantu oleh saudaranya Harun membebaskan Bani Israil dari kekuasaan dan kesewenangan Fir’aun untuk menuju tanah  yang dijanjikan Tuhan.

Sejarah Panjang Israel

Konflik Palestina dan Israel menurut sejarah sudah 31 tahun ketika tahun 1967 Israel menyerang Mesir, Yordania dan Syiria dan berhasil merebut Sinai dan Jalur Gaza (Mesir), dataran tinggi Golan (Syiria), tepi Barat danYerusalem (Yordania). Namun sampai sekarang perdamaian sepertinya jauh dari harapan. Ditambah lagi terjadi ketidaksepakatan tentang masa depan Palestina dan hubungannya dengan Israel di antara faksi-faksi di Palestina sendiri. Nabi Musa A.S memimpin bangsa Israel meninggalkan Mesir, mengembara di gurun Sinai menuju tanah yang dijanjikan asalkan mereka taat kepada Tuhan dikenal dengan cerita Nabi Musa A.S membelah laut ketika bersama dengan bangsa Israel dikejar-kejar oleh tentara Mesir menyebrangi laut Merah. Namun saat mereka diperintah untuk memasuki tanah Palestina sangat keras kepala dan membangkang kepada Nabi Musa A.S. Pada tahun 1550 SM-1200 SM politik di Mesir berubah. Bangsa Israel dianggap sebagai masalah bagi negara Mesir. Banyak dari bangsa Israel yang lebih pintar dari orang asli Mesir dan menguasai perekonomian. Oleh pemerintah Fir’aun bangsa Israel diturunkan statusnya menjadi budak. Kemudian pada tahun 1967 Israel menyerang Mesir, Yordania dan Syria selama 6 hari dengan dalih pencegahan, Isarel berhasil merebut Sinai dan Jalur Gaza (Mesir), dataran tinggi Golan (Syiria), Tepi Barat dan Yerusalem (Yordania). Israel dengan mudah menghancurkan angkatan udara musuhnya karena dibantu informasi CIA (Central Intelligence Agency). Sementara itu angakatan udara Mesir raga membalas serang Israel, karena Menteri Pertahanan Mesir ikut terbang dan memerintahkan untuk tidak melakukan temabakan selama dia berada di udara.

Dosa Besar Israel

Dosa besar Israel adalah Zionisme, ideologi yang menggantikan Palestina dengan negara Yahudi. Akar masalahnya adalah struktur eksklusif Zionisme dengan jalan menganggap Yahudi yang diperlakukan sebagai warga negara kelas pertama. Agar tercipta dan terkonsolidasinya negara Yahudi pada 1948, Zionis mengusir 750.000 warga Palestina dari tanah airnya dan tidak pernah mengizinkan mereka atau keturunan mereka untuk kembali. Selain itu, pasukan Israel menghancurkan lebih 400 kampung bangsa Palestina dan membantai sekitar tiga lusin penduduknya. Pada 1967, orang-orang Israel memaksa 350.000 warga palestina lainnya untuk melarikan diri ke Tepi Barat dan Gaza serta 147.000 Syria dari Daratan Tinggi Golan. Sejak 1967 Israel telah menempatkan seluruh penduduk Palestina dari berbagai wilayah di bawah pendudukan militer. Akibat dari pengusiran warga Palestina dan Arab lainnya membuat rasa sakit ummat muslim di seluruh dunia. Tak bisa disangkal lagi ini merupakan alamat perang Barat melawan seluruh bangsa Arab dan Muslim di manapun. Salah satu aksi terorisme Israel yang paling terkenal terjadi selama perang 1948 tatkala pasukan-pasukan Yahudi, anggota gerakan bawah tanah LEHI (juga dikenal sebagai Stern Gang) yang membunuh Pangeran Swedia Folke Bernadotte, mediator PBB. Bernadotte dibunuh pada 17 September 1948 sehari setelah dia menawarkan rencana mediasi kedua yang diantaranya menyerukan kompensasi bagi pengungsi-pengungsi Palestina. Dosa besar negara Israel yang paling nyata adalah dengan membubarkan negara-negara Arab. Rencana strategis Israel untuk membubarkan negara Arab tersebut salah satunya adalah dengan menghancurkan kedalam unit-unit sektarian yang lebih kecil dijelaskan secara gamblang oleh Oded Yinon seorang ahli strategi Israel. Oded menunjuk kepada “perang sipil sesungguhnya” yang terjadi sekarang ini antara mayoritas Sunni dan minoritas Syiah yang berkuasa di Syria.

Penutup

Ditengah distorsi fungsi negara persoalan yang sangat serius yang menimpa bangsa ini adalah rapuhnya peran negara dalam melakukan kontrol terhadap hal-hal yang menyebabkan konflik horizontal diantara masyarakat. Diharapkan kemudian agar pemerintah secara preventif bisa mengatasi persoalan yang menyangkut perpecahan diantara ummat beragama. Hari ulang tahun Israel yang akan diperingati pada 13/05 oleh Unggun Cs secara sederhana diharapkan tidak menjadi pemicu disintegrasi bangsa. Semua elemen bangsa harus terlibat menyoroti semua persoalan ditengah masyarakat. Tetapi yang perlu diperhatikan dari ini semua adalah bagaimana hak-hak rakyat dapat diakomodir dan difasilitasi oleh penyelenggara negara tanpa merugikan kelompok lain dalam melakukan kegiatan yang beraroma agama. Mudah-mudahan apa yang direncanakan Unggun Cs untuk memperingati HUT Israel dapat dipikir ulang mengingat resistansi masyarakat Indonesia khususnya ummat Islam sangat rentan dengan negara yang tidak punya toleransi terhadap ummat Islam tersebut. Sudah cukup persoalan Palestina dan negara Arab lainnya menjadi cermin bagi kita semua dalam melihat konflik agama diantara negara tersebut.

*Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta Jurusan Linguistik Terapan dan Peneliti di Candidate Center