MEMPERTIMBANGKAN CALEG ARTIS

January 29, 2013

*Hasrul Harahap

Lagi-lagi jagad hiburan kita dikejutkan dengan penangkapan calon anggota legislatif DKI Wandah Hamidah oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) di kediaman artis kondang Raffi Ahmad di Lebak Bulus Jakarta. Penangkapan yang dilakukan BNN pada hari ahad melibatkan beberapa artis kondang dan anggota DPRD DKI Jakarta. Wanda Hamidah seorang politikus dari Partai Amanat Nasional yang juga berprofesi sebagai artis menjadi sorotan publik beberapa hari terakhir ini. Bahkan Raffi Ahmad yang akan direkrut oleh Partai Amanat Nasional akan mencalonkan diri menjadi calon legislatif mendatang. Caleg artis di kacah perpolitikan kita menjadi fenomena baru bahwa popularitas seorang caleg tidak menggaransi kompetensi dan integritasnya dalam sebuah partai politik. Meskipun publik mempunyai pertanyaan besar tentang kapasitas mereka tetapi tidak sedikit pula masyarakatt yang mendukung mereka untuk menjadi caleg. Fenomena caleg artis sebenarnya sudah terjadi pada masa orde baru sebut saja sopan sopian dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Dede Yusuf, Dedi Mizwar, Rieke Diah Pitaloka yang sekarang akan bertarung di Pemilhan Gubernur Jawa Barat dan Rano Karno yang sekrang menjabat sebagai Wakil Gubernur Banten dll. Ini membuktikan adanya era baru dalam sistem demokrasi di Indonesia bahwa caleg artis mendapat posisi yang signifikan dalam pemilihan legislatif. Timbul pertanyaan mengapa selebritas politik menjadi begitu menjamur di beberapa partai politik kita? Salah satu faktor yang mendorong artis untuk terjun ke dunia politik dalam sistem demokrasi adalah karena mereka sudah mempunyai modal popularitas yang mumpuni tanpa melihat aspek kapabilitas seorang caleg. Ini tentunya menjadi modal dasar seoarang anggota legislatif untuk bertarung di pemilihan legislatif. Partai politik yang mengusung caleg artis tentunya diuntungkan untuk mengumpul pundi-pundi suara partai tanpa mempertimbangkan track record dan jam terbang yang tinggi. Disamping itu rekrutmen politik yang selektif menjadi penentu partai politik untuk merekrut caleg artis. Minimnya pendidikan politik yang dilakukan partai politik salah satu faktor caleg artis begitu melenggang dalam pertarungan politik. Untuk itulah, partai politik harus benar-benar selektif dalam memilih caleg artis karena aspek popularitas saja tidak cukup bagi seorang wakil rakyat untuk duduk dikursi parlemen tetapi harus didukung oleh integritas dan kapasitasnya sebagai perpanjangan rakyat.

Minim Kapasitas
Minimnya kapasitas yang dimiliki caleg artis menjadi penyebab banyaknya celeg artis yang melakukan budaya koruptif. Sebut saja politikus partai demokrat Angelina Sondakh yang terlilit kasus korupsi Wisma Atlet. Sebenernya berita tentang artis dan politik bukanlah hal baru. Beberapa waktu yang lalu beragam reaksi pun muncul terbagi antara optimistis, netral dan pesimistis. Tapi mungkin kehebohan Raja Dangdut Roma Irama yang digadang-gadang untuk menjadi bakal calon presiden 2014 dan disambut positif dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Pencapresan Roma Irama disambut positif dengan beragam respon, dari yang bernada serius sampai yang bernada guyonan. Meski publik kurang bisa membayangkan kalau Roma Irama menjadi seorang presiden kedepan, tapi dalam konteks ini, Roma Irama tidaklah bersalah apa-apa, karena dia punya hak untuk itu. Bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk berpartisipasi di bidang politik termaktub dalam konstitusi negara. Kemudian, Kalau budaya rekrutmen caleg artis selalu tetap dipertahankan oleh partai politik dalam mengumpul lumbung-lumbung suara, ini akan berpengaruh besar terhadap perjalan partai politik kedepan karena hanya mempertimbangkan aspek popularitas semata. Bahkan ini akan menggusur peluang kader-kader yang telah bertahun-tahun membesarkan dan mengabdi kepada partai politik. Disamping itu, kehadiran caleg artis di panggung politik menjadi alternatif baru bagi partai politik untuk memulihkan citranya kembali. Krisis kepercayaan publik terhadap partai politik salah satu faktor caleg artis ditempatkan diposisi yang strategis. Meskipun kehadiran para celeg artis tersebut hanya sebagai seleberitas di panggung politik kita. Tanpa bermaksud untuk merendahkan (underestimate) kapasitas para caleg artis perlu kiranya partai politik untuk mempertimbangkan ulang caleg artis untuk bertarung dalam arena politik karena kehidupan politik sangat berbeda jauh dengan kehidupan para selebritas. Sebagai caleg artis yang akan berkompetisi di pemilahan legislatif 2014 pelu kiranya untuk memiliki aspek akuntabilitas, kapabilitas, dan integritasnya kepada partai politik.

Selebritas Politik
Kelihatannya pembelajaran politik kita masih terbatas figur dan popularitas belum kedalam tahapan substansi politik. Karena bagaimanapun juga seleberiti politik tetap melekat pada dirinya seorang artis. Ini perlu diingatkan sejak dini mengingat pemilihan legislatif yang tak lama lagi, partai politik seyogiyanya harus mempertimbangkan secara matang untuk merekrut caleg dari kalangan artis. Meskipun setiap orang dijamin oleh undang-undang untuk memiliki hak yang sama dalam dalam berpolitik. Celakanya, partai-partai politik tampaknya berlomba-lomba untuk meminang para artis untuk dijadikan calon anggota legislatif. Jika partai politik lebih mengutamakan orang-orang yang menggenggam popularitas daripada kader-kadernya sendiri, maka kian sempurnalah kecenderungan pragmatisme politik. Tentunya ini menjadi peringatan keras (warning) bagi partai politik untuk tidak mengambil jalan pintas dalam merekrut caleg artis demi mendulang popularitas sesaat. Disamping itu juga, dengan kehadiran artis dipanggung politik secara jangka pendek akan menggeser politisi-politisi ideolog dari panggung politik. Kesempatan mereka untuk tampil dalam mengelolah kekuasaan akan terebut oleh politisi-politisi karbitan. Fenomena ini merupakan salah bentuk kegagalan partai politik dalam melakukan rekrutmen dan kaderisasi. Sementara itu, kalangan selebriti yang ingin terjun ke dunia politik harus membuktikan dirinya sendiri kepada publik bahwa popularitas tidaklah cukup untuk menjadi perpanjangan aspirasi rakyat. Tanpa itu semua komoditas artis hanya dianggap sebagai hiasan untuk membesarkan partai politik. Untuk itulah, sudah saatnya selebriti politik dituntut untuk care terhadap persoalan publik agar eksistensi selebriti politik merupakan salah satu solusi permasalah publik.

Penutup
Sebagai catatan akhir, bagi saya untuk kalangan artis yang ingin mengabdikan hidupnya dalam dunia politik agar benar-benar memperhatikan aspek kapasitas dan integritasnya. Masalah kemampuan memerintah tak bisa dianggap sebelah mata. Selebriti politik akan dihadapkan kepada pekerjaan rumah yang amat kompleks, mengorganisasikan apparatus kekuasaan, dan pertarungan dalam kekuasaan. Tanpa pemahaman politik yang mumpuni dan jam terbang yang tinggi Sang artis akan tersandera dalam kekuasaan. Partai politik seyogianya memiliki standardisasi menentukan calon yang akan diusung. Lebih ideal, partai harus bisa menyiapkan kader unggulan untuk menjadi calon pemimpin berkualitas. Bukan sebaliknya, lebih memilih kader instan yang belum tentu mampu menyelesaikan permasalahan bangsa. Maka babak baru politik artis ini suatu saat melahirkan oligarki seliberiti.

*Penulis adalah Peneliti di Candidate Center