MEMBUMIKAN PANCASILA

June 5, 2015

pancasila*Hasrul Harahap, SS. M.Hum

Dalam setiap undang-undang dasar selalu terdapat secara eksplisit ataupun implisit pandangan-pandangan dan nilai-nilai dasar yang melandasi penyelenggaraan negara. Pembukaan UUD 1945 dengan jelas menyatakan bahwa Pancasila adalah Dasar Negara. Dengan demikian, Pancasila merupakan nilai dasar yang normatif terhadap seluruh penyelenggaraan Negara Republik Indonesia. Dengan perkataan lain Pancasila merupakan Dasar Falsafah Negara dan Ideologi Negara, karena memuat norma-norma yang paling mendasar untuk mengukur dan menentukan keabsahan bentuk-bentuk penyelenggaraan negara serta kebijaksanaan-kebijaksanaan penting yang diambil dalam proses pemerintahan. Sebagaimana sama-sama kita ketahui nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila bersumber atau digali dari budaya dan pengalaman bangsa kita, termasuk pengalaman dalam berhubungan dengan bangsa-bangsa lain. Meskipun bangsa kita mengandung berbagai corak kemajemukan serta beraneka ragam pengalaman para perumus Pancasila dan UUD 1945 yang juga memiliki sifat kemajemukan dan keanekaragaman pengalaman itu secara luar biasa berhasil menggali, menemukan dan merumuskan lima nilai dasar yang terkandung dalam masyarakatnya menjadi ideologi bersama. Kelima nilai dasar atau Pancasila itu terutama ditemukan dalam suasana atau pengalaman kehidupan masyarakat desa kita yang bersifat kekeluargaan, kegotong-royongan atau kebersamaan dan bukan atas dasar individualisme. Sifat kekeluargaan, kegotong-royongan atau kebersamaan itu direkat dan dijiwai dengan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, rasa prikemanusiaan, semangat persatuan, suasana musyawarah-mufakat, dan rasa keadilan sosial. Itulah lima nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila yang dianggap hakiki dan dirasakan riil dalam kehidupan masyarakat kita, terutama didaerah-daerah pedesaan. Dari situ tersimpul apa yang kita maksudkan dengan dimensi realita dari ideologi Pancasila kita.

Ideologi Pancasila

Dilihat dari segi dimensi idealisme, suatu ideologi perlu mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Melalui idealisme atau cita-cita yang terkandung dalam ideologi yang dihayati suatu masyarakat atau bangsa mengetahui ke arah mana mereka ingin membangun kehidupan bersama mereka. Idealisme atau cita-cita tersebut seyogiyanya berisi harapan-harapan yang masuk akal, bukanlah lambungan angan-angan yang sama sekali tidak mungkin direalisasikan. Oleh karena itu, dalam suatu ideologi yang tangguh biasanya terjalin perkaitan yang saling mengisi dan saling memperkuat antara dimensi realita dan dimensi idealisme yang terkandung didalamnya. Dengan begitu ideologi tersebut akan berhasil menjadikan dirinya sebagai landasan atau dasar dan sekaligus tujuan dalam membangun berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.  Pancasila sebagai ideologi dari sistem politik demokrasi kita dapat pula diperbandingkan dengan ideologi bangsa-bangsa lain yang juga memiliki secara formal dan substantif, sistem politik demokrasi. Ditinjau dari segi politik, hakekat demokrasi adalah kedaulatan  atau kekuasaan ada ditangan rakyat. Dalam mewujudkan kedaulatan rakyat itu berbagai masyarakat atau bangsa memperlihatkan berbagai macam paham yang melandasinya, serta gaya, proses dan prosedur dalam pelaksanaannya. Sungguhpun berbeda, hal itu tidaklah mengurangi atau menghilangkan sama sekali hakekat kedaulatan rakyat itu, maka sistem politik yang mereka miliki itu tidaklah lagi dapat dikatakan sistem demokrasi. Meskipun secara formal sistem politik tersebut mereka katakan demokratis. Sesudah kita mengetahui bahwa dari segi kualitas maupun dari segi posisi komparatif terhadap ideologi lain, Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan politik bangsa kita memiliki relevansi yang kuat. Secara ideal normatif Pancasila cocok sekali untuk dijadikan dasar dan sekaligus tujuan untuk membangun berbagai bidang kehidupan politik. Walaupun demikian, relevansi suatu ideologi seperti Pancasila juga ikut ditentukan oleh sejauh mana masyarakatnya berhasil memiliki persepsi yang wajar dan sehat tentang ideologi tersebut. Pengalaman bangsa kita dengan Pancasila sebagai ideologi bersama memang mengandung berbagai macam cobaan berat di masa lampau. Tidak lama setelah proklamasi dan pengesahan UUD 1945 yang mengandung Pancasila, sejarah kehidupan politik kita memperlihatkan terjadinya praktek penyimpangan-penyimpangan terhadap konstitusi bersama kita pada waktu itu. Di zaman Demokrasi Liberal dalam tahun 1950-an kehidupan politik bangsa kita amat diwarnai oleh pertentangan ideologi dan politik yang sangat tajam. Pada waktu itu UUD 1945 tidak berlaku. Meskipun melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kita resmi kembali ke UUD 1945, realita kehidupan politik kita di zaman yang terkenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin itu kembali memperlihatkan ketidak konsistenan bangsa kita dala melaksanakan Pancasila dan UUD 1945.

Demokrasi Politik dan Ekonomi

Tidak berlebihan jika sosok Moh. Hatta adalah dinobatkan sebaagai bapak demokrasi politik dan ekonomi di Indonesia. Untuk istilah “kedaulatan rakyat” kita perlu merujuk pandangan Moh. Hatta  yang menempatkan kadaulatan rakyat dalam konteks UUD 1945 yaitu bahwa negara yang kita dirikan ini adalah negara yang berkedaulatan rakyat, tidak sembarang kedaulatan rakyat, tetapai kedaulatan rakyat yang berdasabrkan pancasila. Ini pula yang menjadi jiwa pembukaan UUD 1945 kita. Demikian pula tampak jelas di dalam tulisannya yang berjudul “Indonesia Merdeka”: ketika di Pengadilan Belanda di Den Haag pada tahun 1928 Moh. Hatta mengatakan “… bersama rakyat, kami akan dihukum, atau kami akan dibebaskan. Karena bersama dengan rakyat itu kami mendapat kehormatan dan bersama rakyat kami akan tenggelam. Pemuda Indonesia merupakan suatu bagian yang tak terpisahkan dari bangsa Indonesia, yang menderita dan penuh harapan. Pemuda Indonesia adalah hati nurani bangsa yang berbicara, jiwa bangsa yang menyala, yang akan mewarnai masa depan … Cahaya masa depan mulai bersinar dewasa ini. Kami menyambutnya sebagai fajar yang timbul. Pemuda Indonesia harus ikut mengemudi menuju arah yang tepat. Tugasnya adalah mempercepat datangnya hari yang baru. Ia harus mengajarkan kepada rakyat untuk menikmati keindahan kehidupan, jangan hanya kesengsaraan saja yang harus menjadi nasib rakyat. Moga-moga bangsa Indonesia dapat menikmati kemerdekaan di bawah langit yang biru dan merasa dirinya mempunyai negeri, karunia rahmat Tuhan …”. Berdasarkan paham rakyat yang berdaulat itu tumbuhlah pemerintahan rakyat atau demokrasi. Demokrasi adalah pemerintahan rakyat dan demokrasi Indonesia adalah demokrasi rakyat. Karangan Moh. Hatta yang berjudul “Ke Arah Indonesia Merdeka” yang ditulis pada tahun 1932 merupakan tonggak yang sangat penting bagi pendidikan politik bangsa Indonesia. Moh. Hatta memberikan pedoman nasional dan landasan mendasar tentang “kebangsaan” dan “kerakyatan”. “Ke Arah Indonesia Merdeka” bukan saja rancangan masa depan Republik Indonesia, tetapi sekaligus merupakan penggalangan kekuatan untuk membentuk masa depan Indonesia. Bagi Moh. Hatta tidak ada pergerakan kemerdekaan yang terlepas dari semangat kebangsaan. Asas kebangsaan mengandung arti bahwa kemerdekaan Indonesia terutama hanya dapat dicapai dengan usaha rakyat Indonesia sendiri dengan tidak mengharap bantuan dari bangsa luar. Ditegaskan oleh Moh. Hatta bahwa kebangsaan Indonesia bukan kebangsaan cap ningrat, cap intelek atau cap lainnya, tetapi cap rakyat. Meskipun demikian bukan sembarang cara rakyat, melainkan cap rakyat yang tidak tersesat, yang tanpa kemabukan, tetapi disertai kesadaran mendalam dan menjalankan politik yang nyata.

Penutup

Pembahasan mengenai topik Pancasila sekarang ini perlu kita gelorakan kembali, Pertama: karena telah demikian banyak rangkaian konsensus nasional kita dalam berbagai bidang, yang kita bangun dengan tekun, yang perlu kita tata secara lebih teratur. Kedua, karena dewasa ini terlihat kecenderungan dikajiulangnya berbagai ideologi/pemikiran dunia yang muncul jauh lebih dahulu dari Pancasila. Ketiga, perlunya dinamisasi kehidupan masyarakat, agar tumbuh mekanisme sosial yang mampu menanggapi permasalahan dengan daya-daya inovasi, kreasi dan kompetisi. Keempat, perlunya demokratisasi masyarakat, yang mampu membentuk setiap warga negara menjadi dewasa dan mampu bertindak berdasarkan keputusan pribadi dan tanggunjawab pribadi. Kedewasaan demokratis tercermin dalam kesanggupan sikap insan untuk melihat masalah dilingkunggannya, menganalisisnya, mengambil keputusan dan berani melaksanakan pilihannya secara bertanggungjawab. Kelima, perlu terjadinya fungsionalisasi dan refungsionalisasi lembaga-lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga masyarakat. Suatu sistem kehidupan mempunyai bagian-bagian yang menjalankan fungsinya masing-masing. Tidak berfungsinya satu bagian akan mengganggu kelancaran seluruh sistem, sehingga tidak berjalan secara wajar. Namun beban yang berlebihan pada satu bagian akan menggangu pula arus gerak sistem secara keseluruhan. Diperlukan kerjasama dan koordinasi yang hidup dan seimbang diantara bagian-bagian sistem masyarakat. Terakhir, Keenam, perlu dilaksanakan institusionalisasi nilai-nilai yang membuat seluruh mekanisme masyarakat berjalan dengan wajar dan sehat. Kekuatan dan dinamika kehidupan masyarakat tercipta bukan saja dalam penghayatan nilai-nilai yang luhur, melainkan harus disertai dengan pelembagaan nilai-nilai luhur tersebut dalam berbagai bidang kehidupan.

*Penulis adalah Peneliti di Candidate Center & Tenaga Ahli DPR RI

Leave a comment